Kilastimur.com – Bulukumba – Pusat kota Bulukumba, Sabtu (30/8/2025), berubah menjadi lautan amarah. Koalisi Masyarakat Panrita Lopi (Kompi) turun ke jalan dan memblokade perempatan Teko, melumpuhkan arus lalu lintas dengan kemacetan panjang.
Spanduk-spanduk satir dan penuh sindiran pedas terbentang di tengah jalan. Salah satunya mencuri perhatian: “Akan indah kalau di korupsi, DPR aparat keparat. Memeras, menindas, dan melindas.” Kalimat itu seolah menampar wajah kekuasaan, menggambarkan kekecewaan rakyat yang kian dalam terhadap DPR maupun kepolisian.
Dalam orasinya, massa tak henti-henti menggugat:
“Stop bayar pajak kalau hanya jadi bancakan pejabat! Bubarkan DPR, dewan penindas rakyat! Reformasi total sistem NKRI, bukan tambal sulam!”
Suasana makin panas ketika massa bergerak ke depan kantor DPRD Bulukumba. Ban-ban bekas dibakar, asap hitam mengepul, menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap kesewenang-wenangan penguasa.
Tuntutan mereka jelas: usut tuntas pembusukan institusi kepolisian, hentikan pemerasan oleh aparat, tolak pembayaran pajak yang dianggap hanya menggemukkan kantong elit.
Kemarahan itu meledak bukan tanpa sebab. Tragedi tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang sehari sebelumnya dilindas mobil rantis Brimob di Jakarta, menjadi pemantik bara. Affan tak sekadar korban—ia menjadi simbol luka bangsa, memicu solidaritas rakyat dari ibu kota hingga daerah.
“Affan hanyalah satu nama. Tapi penderitaan rakyat sudah menumpuk terlalu lama. Saatnya melawan!” teriak salah seorang demonstran dengan suara bergetar.
Aksi Kompi di Bulukumba adalah tanda bahwa bara amarah rakyat terus meluas. Bukan sekadar tuntutan, melainkan peringatan keras: kepercayaan terhadap institusi negara berada di ujung tanduk.
“Usut tuntas kematian saudara kami, Affan! Jangan ada lagi rakyat yang dikorbankan oleh negara!” seru massa serempak.
LP : Gw

