Kilastimur.com – Bulukumba – NS – Proyek pembangunan pagar Mall Pelayanan Publik (MPP) di Kelurahan Caile, Kecamatan Ujungbulu, Kabupaten Bulukumba, yang menelan anggaran fantastis sebesar Rp 422 juta, kembali memperlihatkan kelemahan tata kelola keuangan daerah. LSM PATI dengan tegas menyebut proyek ini sebagai bentuk pemborosan dan indikasi ketidakefisienan yang merugikan masyarakat.
Anggaran yang bersumber dari APBD Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2024 ini langsung memicu kritik tajam dari berbagai pihak. Nilai proyek yang tidak sebanding dengan hasil pekerjaan di lapangan menunjukkan lemahnya transparansi serta minimnya akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.
PATI: Proyek Ini Tidak Masuk Akal
Menurut hasil investigasi LSM PATI, pagar sederhana yang hanya menggunakan bahan batu merah ini tidak menunjukkan kualitas atau nilai yang sebanding dengan anggaran besar yang dialokasikan. Ibrahim Ilyas, Wakil Sekretaris Jenderal PATI, menyebut proyek ini sebagai sebuah ironi dalam pengelolaan anggaran daerah.
“Kami melihat adanya indikasi ketidakwajaran dalam proyek ini. Rp 422 juta untuk sebuah pagar sederhana? Ini jelas bukan soal teknis, tetapi soal keberanian pemerintah daerah untuk memainkan anggaran dengan cara yang tidak bertanggung jawab,” tegas Ibrahim.
Ibrahim juga menekankan bahwa pemerintah daerah seharusnya belajar dari berbagai kasus korupsi proyek serupa di daerah lain. “Proyek-proyek seperti ini sering menjadi pintu masuk korupsi. Kami tidak ingin Bulukumba menjadi bagian dari daftar hitam daerah dengan pengelolaan anggaran terburuk,” tambahnya.
Minim Pengawasan, DPRD Disorot
LSM PATI tidak hanya mengkritik pemerintah daerah, tetapi juga DPRD Kabupaten Bulukumba yang dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan. “DPRD seharusnya menjadi penjaga uang rakyat, bukan sekadar menyetujui anggaran tanpa memastikan efisiensi dan dampaknya bagi masyarakat. Jika DPRD bekerja dengan baik, proyek ini tidak akan lolos,” kritik Ibrahim.
Selain itu, PATI juga mempertanyakan peran Inspektorat yang terkesan lamban dan pasif dalam merespons laporan masyarakat. “Inspektorat harusnya proaktif, bukan menunggu desakan dari masyarakat. Kalau begini terus, kapan kita bisa percaya pada pengawasan internal pemerintah?” tambahnya.
Sikap Diam Dinas PUPR, Bukti Lemahnya Akuntabilitas
Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bulukumba belum memberikan tanggapan resmi terkait proyek ini. Sikap diam ini menambah daftar panjang kelemahan dalam sistem pemerintahan daerah yang seharusnya melayani dan memberikan penjelasan kepada masyarakat.
“Ketika sebuah instansi diam, itu menunjukkan dua hal: ketidaksiapan atau memang ada yang disembunyikan. Dalam kasus ini, keduanya mungkin terjadi,” sindir Ibrahim.
Publik Marah, Kepercayaan Tergerus
Masyarakat Bulukumba kini mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam mengelola dana publik. Mereka merasa dana sebesar itu seharusnya digunakan untuk program yang lebih berdampak, seperti perbaikan jalan, fasilitas kesehatan, atau pendidikan.
“Kalau cuma pagar sederhana begini, kenapa harus Rp 422 juta? Apa yang sebenarnya dibiayai oleh dana ini? Masyarakat berhak tahu,” ujar seorang warga dengan nada kecewa.
Tantangan untuk Inspektorat dan Penegak Hukum
LSM PATI mendesak Inspektorat dan aparat penegak hukum untuk segera mengaudit proyek ini dan mengambil tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran. “Jika pemerintah tidak bisa memberikan penjelasan yang masuk akal, maka ini jelas-jelas penyimpangan. Kami akan membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi jika perlu,” ancam Ibrahim.
Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh pemerintah daerah di Indonesia tentang pentingnya transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin terkikis.
Catatan Tajam
Proyek ini bukan sekadar pagar, tetapi cerminan dari buruknya pengelolaan APBD di Bulukumba. Jika pemerintah daerah, DPRD, dan Inspektorat tidak segera mengambil langkah konkret, maka kasus ini akan menjadi noda hitam dalam sejarah tata kelola keuangan daerah.
Masyarakat Bulukumba layak mendapatkan penjelasan. Dan jika ada pihak-pihak yang terbukti bermain dalam proyek ini, mereka harus dihukum tanpa kompromi.
LP : Gw